Sejarah Kesultanan Islam di Jawa Kota Demak

Kota Demak dulunya merupakan pusat Kesultanan Demak yang kuat, tempat lahirnya penyebaran Islam ke seluruh pulau Jawa.

Aug 15, 2024 - 19:29
 0  3
Sejarah Kesultanan Islam di Jawa Kota Demak

ke seluruh pulau Jawa.

Terjepit di antara Semarang, ibu kota Jawa Tengah di sebelah barat, Kabupaten Jepara di sebelah utara, dan Kabupaten Kudus di sebelah timur, kota Demak dulunya merupakan pusat Kesultanan Demak yang kuat, tempat lahirnya penyebaran Islam ke seluruh pulau Jawa.

Menurut “Tanah Jawa Tengah-Timur” yang ditulis oleh TWG Dames pada tahun 1955, sekitar 6 abad yang lalu, wilayah tempat berdirinya kota Demak saat itu merupakan garis pantai yang menghadap ke Terusan Silugangga yang memisahkan pulau utama Jawa dari Pulau Muria (sekarang Jepara dan Kudus). Dengan demikian, kota tersebut merupakan pelabuhan yang sibuk dengan jalur perdagangan ke Malaka dan Kepulauan Rempah-rempah di Indonesia timur.

Sekitar abad ke-15, terusan ini cukup lebar dan menjadi jalur air penting bagi kapal-kapal yang berlayar di sepanjang pantai utara Jawa menuju Kepulauan Rempah. Terusan ini juga terhubung dengan Sungai Serang, yang memungkinkan akses ke daerah penghasil beras di pedalaman Jawa. Lokasi yang strategis ini memungkinkan Demak bangkit sebagai pusat perdagangan terkemuka di Jawa. Akan tetapi, sejak abad ke-17, terusan ini mengalami pendangkalan, pendangkalan, dan akhirnya lenyap sama sekali, sehingga Pulau Muria menyatu dengan daratan utama Jawa.

Berdirinya Kesultanan Demak secara tradisional dikaitkan dengan Raden Patah (1475–1518), seorang bangsawan Jawa yang memiliki hubungan darah dengan raja Majapahit yang pernah berkuasa di Jawa Timur. Setidaknya satu catatan menyebutkan bahwa Raden Patah sebenarnya adalah putra Kertabhumi, yang memerintah sebagai raja Brawijaya V dari Majapahit (1468–1478). Demak berhasil mengonsolidasikan kekuasaannya dan mengalahkan Daha pada tahun 1527 karena lebih diterima secara luas sebagai penerus sah Majapahit. Alasan penerimaan ini adalah karena Raden Patah diyakini sebagai keturunan langsung Kertabhumi yang selamat dari invasi Girindrawardana di Trowulan, ibu kota Majapahit, pada tahun 1478.

Dengan dukungan penuh Wali Songo atau Sembilan Rasul Islam, Kesultanan Demak bangkit menjadi kerajaan Islam paling terkemuka di Jawa dan menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa.

Simbol kejayaan Kesultanan Demak dan awal penyebaran Islam di Jawa masih berdiri hingga kini, yaitu Masjid Agung Demak.

Masjid Agung Demak

Dibangun pada tahun 1478, Masjid Agung Demak diyakini sebagai masjid pertama di Jawa dan salah satu yang tertua di Indonesia. Dibangun secara kolektif oleh Wali Songo dan Raden Patah sebagai penguasa pertama Kesultanan Demak, masjid ini memiliki arti penting karena tidak hanya sebagai tempat untuk salat, tetapi juga sebagai pusat pemerintahan sultan dan tempat para wali (rasul) biasa bertemu untuk membahas berbagai hal.

Meskipun Masjid ini telah mengalami sejumlah renovasi, diperkirakan sebagian besar bangunannya masih dalam bentuk aslinya. Masjid ini merupakan contoh klasik masjid tradisional Jawa. Tidak seperti masjid-masjid di Timur Tengah, masjid ini dibangun dari kayu tanpa kubah, yang baru muncul di masjid-masjid Indonesia pada abad ke-19. Atapnya yang berundak-undak menunjukkan banyak kemiripan dengan bangunan keagamaan dari kayu dari peradaban Hindu-Buddha di Jawa dan Bali.

Pintu masuk utama Masjid Agung Demak terdiri dari dua pintu yang diukir dengan motif tanaman, vas, mahkota, dan kepala binatang dengan mulut bertaring lebar. Konon, gambar tersebut menggambarkan guntur yang ditangkap oleh Ki Ageng Selo, maka dari itu dinamakan Lawang Bledheg atau pintu guntur.

Bagian masjid yang bersejarah dan legendaris adalah empat tiang kayu utama yang besar, disebut soko guru, yang menyangga atap kayu masjid yang berat. Dengan masing-masing tiang dipahat dari pohon tunggal dengan tinggi mencapai 16 meter, empat tiang utama ditempatkan sesuai dengan empat arah mata angin dan didirikan oleh anggota Wali Songo. Tiang Barat Laut didirikan oleh Sunan Bonang, Barat Daya oleh Sunan Gunung Jati, Tenggara oleh Sunan Ampel, dan tiang yang sangat istimewa yang dikenal sebagai Soko Tatal yang dibangun dari potongan-potongan kayu bekas yang disambung dan didirikan di timur laut oleh Sunan Kalijaga. Empat soko guru asli diganti dengan replika pada tahun 1983 dan aslinya sekarang ditempatkan di museum di kompleks masjid.

Makam Sunan Kalijaga yang terletak di Desa Kadilangu sekitar 2 kilometer dari Masjid ini merupakan salah satu peninggalan masa awal Islam Jawa yang sering dikunjungi oleh para peziarah dan wisatawan. Setiap tahun pada saat upacara ritual “Grebeg Besar” (yang jatuh pada tanggal 10 Dzulhijah dalam Kalender Islam) ketika berbagai pusaka dibersihkan, ribuan pengunjung dan peziarah berbondong-bondong datang ke Demak untuk mengikuti acara tersebut.

Cara Menuju ke Sana

Demak terletak di jalur utama pantai utara – yang dikenal sebagai Pantura – antara Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang menghubungkan Semarang dengan Surabaya. Kota Demak hanya berjarak 25 kilometer atau sekitar 30-40 menit berkendara dari Semarang, ibu kota Jawa Tengah. Di Semarang juga tersedia banyak transportasi umum atau bus antarkota yang melewati Demak.

Cara Berkeliling

Demak juga memiliki banyak transportasi umum untuk Anda bepergian, tetapi kami sarankan Anda menyewa mobil atau sepeda motor untuk memudahkan Anda pergi ke mana pun yang Anda inginkan. Selain Masjid Agung Demak dan Makam Sunan Kalijaga, masih banyak objek wisata lain yang wajib Anda jelajahi. Pergilah ke Kecamatan Sayung dan Anda akan menemukan Pantai Morosari: garis pantai bakau dengan pemandangan yang tak terduga menakjubkan, terutama saat matahari terbenam. Jika Anda mencari kuliner laut yang lezat, datanglah ke Pantai Tirangan di Desa Babalan di sore hari dan Anda akan disuguhi berbagai hidangan laut yang dibuat dengan hasil laut yang baru ditangkap oleh nelayan setempat.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow